karya : defita intan sari
kelas : IX a
"Van,cepetan berangkat gih ! udah siang lo,nanti kalo telat gimana ?" omel Bunda."Iya Bun,tapi udah siang begini Dilla belum dateng juga,ditelpon mailbox,mana Ayah udah berangkat juga,tar aku yang anter siapa dong ? " Vanya ikutan ngomel . . hingga tiba tiba . . ." TIN TIN " . . . Nah itu si Dilla dateng pake mobil warna silver kesayangannya . . .Dilla sahabat Vanya dari kecil yang selalu setia menemani Vanya kapanpun Vanya mau,karena Dilla sendiri juga butuh seseorang yang bisa perhatiin dia . . ." Gila Lu,lama banget kemana aja sich ? Ditelpon juga ga diangkat ! Bikin orang esmosi aja dech . . . " Vanya langsung memberondong Dilla dengan ungkapan kekesalannya." Emosi bu' . . . bukan esmosi . . . "" Udah ah ga penting, buruan berangkat . . . " ucap Vanya sambil nyelonong masuk mobil Dilla." Bun, Vanya ma Dilla berangkat dulu ya . . . Assalamualaikum . . " pamit Vanya dari dalam mobil." Wa'alaikumsalam . ." jawab Bunda.Mobil silver itu pun melesat meninggalkan halaman rumah Vanya." Eh sorry ya gue telat jemput Lo! " Dilla ngucapin permohonan maafnya.“ Alah nggak pa pa kok,tapi gue cuma mau nanya, kenapa sih Lo kok akhir akhir ini sering banget telat jemput gue ? “ Vanya mulai berani nanya semua keganjalan yang sering diperlihatkan Dilla.“ Nggak tau tadi tiba-tiba aja kepala gue sakitnya kumat pas gue denger Mama ma Papa berantem,terus gue coba buat panggil mereka,terus mereka ga malah berenti tapi malah ga sengaja banting BB Gue yang Gue taro di meja makan,jadi BB gue ancur berantakan,yah otomatis ga bisa nerima telepon dari Lo,” jelas Dilla panjang lebar.“ Bonyok Lo berantem lagi? di depan Lo ? ? “ tanya Vanya dengan sangat hati-hati . .“ Yah gitu deh . . tiap hari musti makan ati terus,tiap hari musti nangis mulu,kenapa ya ortu gue ga pernah bisa damai ?? Bagai tak ada hari tanpa berantem . . “Dilla menjawab pertanyaan Vanya dengan mata yang mulai memerah.Vanya mulai sadar ada yang salah dengan situasi saat ini. Ia merasa ada yang salah dengan apa yang saat ini mereka lakukan sampai . . . .“ Dil, Lo salah jalan ya ? Ini kan bukan jalan ke scul kita,” Vanya menyadari kalo jalan yang mereka lewati bukanlah jalan menuju sekolah.“ Emangnya siapa juga yang mau pergi ke sekolah? Udah deh sekali sekali blos kan nggak pa pa .Gue mau ngajak Lo ke tempat yang mungkin Lo belum pernah kesana, gue mau nunjukin ke Lo tentang sesuatu yang menyangkut hidup dan mati gue . . ““ Maksud Lo apaan ? Udah deh nggak usah becanda,bilang aja kalo Lo mau ke mal, gue tau kok . . . Shoppaholic Lo lagi kambuh . . “ Jawab Vanya mencoba mengalihkan keadaan. Karena Vanya tau kalo Dilla udah berkata hidup dan mati pasti serius banget.“ Nggak gue nggak becanda, gue serius . . . “ Dilla langsung menjawab dengan tatapan mata benar benar serius dan nggak ada unsur becanda . . .Begitu mendengar ucapan Dilla,Vanya langsung diam seketika . . . Dia udah nggak punya nyali lagi buat nanggepin Dilla yang benar benar serius dengan perkataannya.Hanya sunyi yang mengiringi perjalanan mereka sampai tempat tujuan. Hingga sekarang keduanya telah sampai dan keluar dari mobil .“ Ayo sini Van , ikut Gue!” ajak Dilla sambil menarik tangan Vanya.Ternyata Dilla mengajak Vanya ke sebuah pantai nan indah yang keliatannya belum pernah terjamah.“ Ke pantai ? Mau ngapain ?” batin Vanya.“ Kita ngapain sih kesini ?”“ Udah dech diem aja. . . Yach ketinggalan, Lo tunggu gue di deket karang itu ya,ada barang gue yang ketinggalan di mobil. .” Ujar Dilla sambil membalik badan dan kembali ke mobil.Sementara Vanya hanya mengikuti perintah Dilla untuk menuju ke sebuah batu karang di tepi pantai tersebut. Tak lama Dilla pun datang . . .“ Lo mau ngapain sih Dil ? Tu juga kertas apaan ?““ Duduk dech ! Baiknya Gue cerita dari mana ya ?”“ Terserah dech,yang penting cepetan di mulai,”“ Van,Lo tau kan akhir akhir ini kepala Gue sering sakit dan sering banget kadang bikin Gue hampir pingsan.” Dilla memulai ceritanya . . .“ Terus ????”“ Beberapa hari yang lalu Gue periksa ke dokter karna gue udah ga tahan,terus saat itu juga dokter nyuruh gue buat rontgen daerah kepala,dan kemarin Gue ambil hasil rontgennya…”“ Hasilnya ???”Bukannya malah ngejawab, Dilla malah langsung memeluk Vanya sambil menangis di pundak Vanya.
Vanya bingung apa maksud sahabatnya bersikap seperti itu. Tanpa ragu ragu lagi Vanya langsung merebut kertas yang dibawa Dilla dan langsung membacanya..Dalam surat keterangan itu mendiagnosis dengan seterang terangnya kalau “ Saudari Nadilla Anindya Sari positif mengidap penyakit kanker otak stadium akhir ”. Vanya berkaca kaca membaca surat keterangan itu.“ Dil, Lo bohong kan ?” ucap Vanya dengan menitikkan air mata.“ Lo bisa liat sendiri kan Van,itu semua bukan rekayasa,hidup Gue bentar lagi berakhir,bentar lagi Gue akan ninggalin Lo buat selama lamanya. Harapan hidup Gue udah kecil banget. Van Gue harap Lo bisa buat Gue bahagia di penghujung hidup Gue ini . Lo janji kan Van ??”“ Nggak,Lo nggak boleh bilang gitu Dil,kita nggak boleh pisah, nggak boleh . . .”ucap Vanya dengan memeluk Dilla semakin erat.“ Udah dech nggak usah nangis, biarin aja semuanya terjadi,biarin aja mati gara gara penyakit ini Van !” ucap Dilla sambil mengusap air mata yang mengalir deras di pipi Vanya.“ Hus ! ! Lo ngomong apaan sih Dil? Nggak baek ngomong kayak gitu . . .”“ Semuanya percuma,percuma ,nggak ada gunanya lagi,percuma semua yang gue lakuin nggak pernah berarti,orang tua gue aja udah nggak mau ambil pusing sama apa yang gue kerjain . . .” ucap Dilla sambil maanya tetap menerawang jauh pada gulungan ombak ditempat itu.“ Udahlah berhenti ngomong yang enggak-enggak ! Lebih baik kita pulang aja, gue nggak mau ngeliat ini semua lagi,karena kita berdua nggak akan pernah berpisah Lo tau itu kan ?” sahut Vanya sambil beranjak dari tempat duduknya tadi. “ Tapi Van, setiap ada pertemuan disitu juga pasti ada perpisahan . . . .” “ Nah yang itu kan semboyan Lo, bukan gue !” ucap Vanya sambil berlari pergi meninggalkan Dilla. Seketika Dilla terdiam mendengar semua ucapan Vanya, dan dengan cepat ia berdiri dan langsung mengejar Vanya yang ternyata telah berada di dalam mobil Dilla.“ Lo mau kemana ?” tanya Dilla begitu melihat Vanya sudah memegang stir mobil Dilla dan telah menyalakan mesin mobil. “ Gue mau pulang,gue udah nggak tahan ngedenger semua ocehan Lo yang nggak berguna itu,”jawab Vanya dengan muka yang memerah. “ Tunggu dong Van! Lo jangan marah gitu !” Ucap Dilla sambil mengetok ngetok kaca mobilnya. Dan tiba tiba Dilla merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya . . . “ Dill, Lo kenapa ??” Seketika itu juga Vanya langsung turun dan menopang tubuh Dilla yang sekarang udah pingsan . . . “ Dilla bangun Dill ! Bangun !” “ Ya Tuhan, Dilla kenapa ?? Toloong . . . tolooong . . .” Vanya yang panik hanya bisa berteriak minta tolong dan tanpa ia sadari di tempat itu sama sekali tak ada orang. Setelah ia sadar bila ditempat itu tak ada orang sama sekali, Vanya segera menuntun tubuh Dilla yang lemah tak berdaya menahan sakit menuju ke dalam mobil. Setelah itu Vanya langsung tancap gas dan membawa Dilla ke rumah sakit. Setelah sampai di rumah sakit . . . “ Dill,please,jangan tinggalin gue . . . gue nggak bisa hidup tanpa Lo . . !” ucap Vanya sambil menatap tubuh Dilla yang terbujur di kereta dorong rumah sakit dan masukUGD . Dan dengan segera Vanya mengambil hape-nya dan langsung menelepon mamanya Dilla “ Halo, Tante Vina!”“ Iya Vanya ada apa ?”“ Tan Dilla masuk rumah sakit ! Sekarang Tante segera kesini ya, sama Om sekalian . Dilla ada di UGD RS Bakti Jaya . . cepetan ya Tan nggak pakai lama ! keadaan Dilla udah kritis . . .”“ Tut . . tut . . tut” . . . telepon sudah ditutup Vanya sebelum Tante Vina bicara apa apa. Vanya hanya bisa menunduk sambil memanjatkan doa untuk Dilla,dan kemudian ia berjalan menuju mushola untuk berwudu dan sholat. Setelah itu ia kembali ke UGD untuk melihat keadaan Dilla lagi. Dan setelah sampai ia melihat Tante Vina dan Om Indra yang masih saja sempat berantem disaat yang tak semestinya. “ STOP!!! Berhenti Vanya bilang ! Tante sama Om ini ya kayak anak kecil aja, kerjaannya cuma berantem aja !” tiba-tiba Vanya dengan beraninya membentak ortu sobatnya itu. “ Vanya, Dilla kenapa Van? Kenapa Dilla bisa sampai masuk rumah sakit sih Van?” tanya Om Indra yang sengaja mengalihkan pembicaraan. Tanpa berkata apa-apa Vanya segera menyodorkan surat pernyataan dari dokter kepada Om Indra. “ Masya Allah !! Tapi Van, kenapa Dilla nggak pernah cerita sama Om dan Tante ??”“ Itu karna Om dan Tante hanya sibuk dengan diri kalian sendiri dan nggak pernah merhatiin Dilla,yang sebenernya Dilla itu sangat sangat membutuhkan yang namanya perhatian dari Mama Papanya,”“ Kurang perhatian bagaimana maksudnya? Semua kebutuhan hidup Dilla sudah kami penuhi segala kemauannya sudah kami berikan,apalagi coba yang kurang ?” bela Tante Vina.“ Semuanya nggak cuma membutuhkan materi. Dilla kurang kasih sayang Tante,Kasih sayang . . .”Sebelum Vanya menyelesaikan ucapannya tiba-tiba dokter yang menangani Dilla keluar dan . . . “ Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar besarnya,saya dan tim dokter lainnya sudah bekerja dengan semaksimal mungkin,tapi kami bukanlah Tuhan yang bisa mengubah jalan hidup seseorang,maaf, anak ibu dan bapak tidak bisa kami selamatkan. . .” “ Dilla . . . . Nggak ini nggak mungkin Dok,nggak mungkin . . .” vanya berlinang air mata ..“ Dok kenapa Anda nggak bisa nyelametin Dilla Dok kenapaaa . . . ???”“ Maaf mbak, teman mbak kondisinya sudah sangat kritis,dan sel kanker tersebut telah menyebar keseluruh tubuhnya. . Tubuhnya sudah tidak bisa lagi bertahan . . sekali lagi kami minta maaf . .” ucap sang dokter sambil berlalu meninggalkan Vanya. Vanya lalu menyusul orang tua Dilla ke ruang UGD. “ Dil,kenapa sich Lo cepet banget tinggalin gue? Kita nggak boleh pisah Dil,nggak boleh,” Vanya menangis sambil menciumi jenazah Dilla.“ Udahlah Van,kita harus relain kepergian Dilla . . .” Tante Vina mencoba menenangkan Vanya." Udahlah Van,sekarang kita keluar ya . . biar Dilla diurusi sama petugas . . " tambah Om Indra sambil menuntun Vanya Keluar ruangan. Setelah keluar dari ruangan itu Vanya langsung menelepon Bundanya. Selama jenazah Dilla disemayamkan dirumah Dilla,Vanya tak pernah beranjak sedikitpun dari sisi Dilla. Tak henti hentinya Vanya melantunkan ayat ayat suci Al-Qur'an untuk mengiringi kepergian Dilla. Keesokan harinya di pemakaman Dilla . . . Seusai jenazah Dilla dimakamkan Vanya hanya menangis sambil memandangi batu nisan Dilla..." Dil,kenapa sih Lo harus ninggain Gue secepat ini? Lo pergi sebelum gue bisa bikin Lo bahagia. Asal Lo tau Dil,di hati gue nggak ada sahabat sebaik Lo,Lo itu sahabat sejati gue,yang selalu bisa nemenin gue dalam suka ataupun duka,Dil,semoga Lo tenang di alam sana. Gue harap,Lo nggak akan lupain gue,karena gua juga nggak akan pernah lupain Lo . .Selamat jalan ya sobat ! !" Vanya lalu beranjak pergi meninggalkan Rumah abadi milik sahabatnya,milik Nadilla Anindya Sari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar