Rabu, 25 Agustus 2010

MEMBUDAYAKAN "MEMBACA"


Oleh : Sugeng.

Seorang pengarang dan sastrawan Jawa Soeparto Broto atau yang lebih di kenal dengan sebutan Mbah Parto baru-baru ini mengusulkan kepada pemerintah supaya anak-anak sekolah di seluruh Indonesia diajarkan "membaca dengan baik dan menulis dengan baik". Apa sekolah-sekolah sekarang ini tidak mengajarkan membaca dan menulis ? Tentunya sudah. Tetapi apakah “dengan baik” ? Hal tersebut itulah yang akan kita perbincangkan.
Sekolah adalah lembaga yang setiap harinya berkutat pada kegiatan membaca dan menulis. Tetapi apa sebabnya Mbah Parto mengeluarkan statement demikian? Tentunya beliau mempunyai alasan-alasan yang cukup kuat sehinga beliau mengeluarkan pernyataan demikian. Banyak bukti yang mendukung pernyataan Mbah Parto tersebut. Suatu missal : Seorang anak apabila membaca dengan baik ilmu sosial, akan mendapatkan nilai IPS 80 ke atas atau bahkan nilai sempurna. Apabila dia tidak mendapatkan nilai tersebut bisa dikatakan dia tidak membaca dengan baik. Demikian juga untuk mata pelajaran- mata pelajaran yang lain.
Mbah Parto merupakan pengarang dan sastrawan yang sangat produktif. Karangannya, baik yang berbahasa Jawa maupu berbahasa Indonesia sangat banyak, bahkan beliau pernah mendapatkan penghargaan internasional di Thailand. Sekarang ini beliau telah berumur hampir 90 tahun tetapi setiap hari, masih mampu untuk menulis sebanyak 8 lembar. Bayangkan !

Pelajaran membaca tidak lepas dari pelajaran bahasa. Baik bahasa Indonesia, Bahasa Jawa maupun bahasa Ingris. Sekarang ini ditengarai banyak guru bahasa yang menitik beratkan pada teori, baik tata bahasa, maupun teori sastra. Guru kurang memberikan tugas untuk membaca sebuah buku. Itupun bukunya kalau ada. Terlebih-lebih membaca buku karya sastra. Maka sekarang ada sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa banyak sarjana sastra tetapi tidak ada satupun karya sastra yang mereka hasilkan.
Kebiasaan membaca bisa dipupuk sejak dari kecil, sejak dari lingkungan rumah. Hanya saja harga buku di Indonesia masih tergolong mahal. Belum lagi disibukkan dengan sering bergantinya buku dalam suatu mata pelajaran padahal dia bersekolah di sekolah yang sama. Sehingga buku tidak bisa diturunkan kepada adik kelasnya. Oleh sebab itu kebanyakan rumah tangga Indonesia lebih mementingkan mencukupi kebutuhan yang lain dari pada untuk membeli buku. Belum lagi sebab-sebab yang lain, misalnya rumah kecil tidak ada tempat untuk membaca bahkan tempat untuk belajar.
Di sekolah, banyak waktu luang yang sia-sia. Misalnya : pada waktu sebelum jam pelajaran mulai, banyak waktu luang yang hanya digunakan untuk omong-omong , bergurau dengan teman, waktu ganti pelajaran, maupun waktu istirahat. Oleh sebab itu harus ada suatu gerakan yaitu “TIADA WAKTU LUANG UNTUK TIDAK MEMBACA”. Selagi siswa masih berada di sekolah harus “berteman “ dengan buku , bukan dengan yang lainnya. Dan perlu dipertegas lagi gerakan itu dilakukan “BAIK ADA GEDUNG PERPUSTAKAAN MAUPUN TIDAK “. Apabila gerakan itu bisa dilakukan saya yakin hasilnya akan lebih baik daripada sekarang.
Gerakan membaca buku mempunyai sasaran agar anak mencintai buku. Dengan buku kita bisa menjelajah dunia, bisa terbang ke angkasa luar dan bisa menyelam ke laut yang dalam. Apabila anak sudah mempunyai perasaan "haus membaca" berarti mereka haus akan pengetahuan. Anak-anak yang demikian itulah yang nantinya akan memimpin bangsa ini.
Banyak slogan-slogan atau kata-kata mutiara yang menyatakan pentingnya buku, misalnya : “Book is the best teacher” , “Book is the best friend” , tetapi apakah slogan itu tetap tinggal slogan ? Kapan dilaksanakan ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar